Minggu, 22 Mei 2011

metodelogi bahasa arab

Pengertian Pengajaran Bahasa Arab

Pengajaran berasal dari kata “ajar” yang berarti proses perbuatan, cara mengajar tau mengajarkan, perihal mengajar, segala sesuatu mengenai mengajar.[1] Sedangkan menurut para ahli pendidikan, bahwa Pengajaran adalah pemindahan pengetahuan dari seseorang yang mempunyai pengetahuan (pengajar) kepada orang lain yang belum mengetahui (pelajar) melalui suatu proses belajar mengajar. Dan setelah melalui proses pengajaran diharapkan adanya perubahan tingkah laku pelajar/siswa sebagai tujuan dari pengajaran.
Jadi, tindakan-tindakan yang tidak membawa efek pada perubahan tingkah laku tidak dapat dikatakan sebagai tindakan pengajaran. Tindakan pengajaran merupakan tindakan yang dilandasi oleh pemikiran yang bermuara pada murid. Ketika seorang guru memperkenalkan ide atau konsep tertentu atau melakukan sesuatu aktifitas dengan harapan agar murid-muridnya/ subyek didiknya dapat memahami dan memiliki apa yang diharapkan pendidik, saat itulah terjadinya pengajaran, dan bila murid menunjukkan hasil belajarnya saat inilah yang disebut hasil pengajaran.
Sedangkan “bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia”. Syaikh Mustofa al-Ghulayaini mengemukakan: al-lughah al-arabiyah hiya al-kalimat allati yuabbiru biha al-arab an aghradlihim. (bahasa arab adalah kata-kata yang dipergunakan orang Arab untuk mengungkapkan segala tujuan atau maksud mereka).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengajaran bahasa Arab adalah proses penyajian dan peenyampaian ilmu ilmu oleh guru bahasa Arab kepada murid dengan tujuan agar murid memahami dan menguasai bahasa Arab serta dapat mengembangkannya.

B. Tujuan Pengajaran Bahasa Arab

Tujuan pengajaran bahasa Arab menentukan approach, metode dan teknik pengajaran bahasa itu. Dengan lain perkataan approach, ,etode dan teknok mempunyai hubungan yang erat sekali dengan tujuan pengajaran bahasa. Oleh karena itu tujuan pengajaran suatu bahasa haruslah dirumuskan sedemikian rupa agar arah yang dituju tepat mengenai sasaran.
Pengajaran bahasa Arab diarahkan kepada pencapaian tujuan yakni tujuan jangka panjang (tujuan umum), dan tujuan jangka pendek (tujuan khusus). Dalam tujuan khusus adalah merupakan penjabaran dari tujuan umum, karena tujuan umum itu sulit dicapai tanpa dijabarkan secara operasional dan spesifik.
Pada tujuan umum bahasa bahasa Arab ditujukan pada pencapaian tujuan:
1.                    agar siswa dapat memahami al-Quran dan al-Hadits sumber hukum Islam dan ajaran.
2.                    dapat memahami dan mengerti buku-buku agama dan kebudayaan Islam yang ditulis dalam bahasa Arab.
3.                    supaya pandai berbicara dan mengarang dalam bahasa Arab.
4.                    untuk digunakan sebagai alat pembantu keahlian lain (suplementary).
5.                    untuk membina ahli bahasa Arab, yakni benar-benar profesional.[2]
Oleh karena tujuan di atas masih sangat umum dan masih mengambang, maka perlu dijabarkan lagi secara khusus agar tujuan umum tadi dapat tercapai. Sehingga akan ada tujuan khusus Muhadasah (bercakap-cakap), tujuan khusus Muthalaah (membaca), tujuan khusus Imla’ (dikte), tujuan khusus Insya’ (mengarang), tujuan khusus Qawaid (nahwu saraf), yang ini akan kita bicarakan di waktu membicarakan macam-macam metode pengajaran bahasa Arab.
Langkah-langkah dalam proses belajar mengajar bahasa Arab di atas merupakan salah satu upaya dalam rangka untuk mencapai tujuan pengajaran bahasa Arab.
Dalam buku yang berjudul “Pendekatan Metode dan Teknik Pengajaran Bahasa Arab”, Fuad Effendy dan Fachruddin Djalal mengemukakan bahwa tujuan pengajaran bahasa Arab dibedakan menjadi tiga, yakni:
1)      Tujuan Strategis
Tim penyusun buku Pedoman Bahasa Arab Departemen Agama merumuskan tujuan srategis pengajaran bahasa Arab di Indonesia, yakni:
a. Untuk menunjang pembinaan kebudayaan nasional. Tujuan ini sehubungan dengan peranan bahasa Arab yang cukup berarti dalam kebudayaan nasional.
b. Untuk menunjang pembangunan nasional. Hal ini sehubungan dengan tujuan pembangunan nasional yang tidak saja mementingkan aspek materiil tapi juga aspek spiritual, dan bahasa Arab adalah bahasa agama Islam yang dipeluk oleh sebagian besar rakyat Indonesia.[3] 
2)      Tujuan Umum (kurikuler)
Tujuan umum adalah tujuan pengajaran bahasa Arab yang tercantum dalam kurikulum. Tujuan umum ini antara lain:
a.                      Pengajaran bahasa Arab sebagai tujuan, dimaksudkan untuk membina ahli bahasa Arab, yang meliputi bidang ilmu bahasa (linguistik), bidang pengajaran bahasa dan bidang sastra.
b.                     Pengajaran bahasa Arab sebagai alat, dimaksudkan untuk memberikan kepada siswa kemahiran dalam bahasa Arab dalam aspek tertentu sebagai alat untuk keperluan tertentu pula. Misalnya; sebagai alat untuk komunikasi dalam pergaulan sehari-hari, sebagai alat untuk memahami buku-buku berbahasa Arab, sebagai alat pembantu keahlian lain (suplementary), sebagai alat pembantu teknik (vocational).[4]
3)      Tujuan khusus (Intruksional)
Yang dimaksud tujuan khusus ialah tujuan untuk masing-masing langkah (step) pada setiap pokok bahasan pada hari dan jam tertentu. Tujuan khusus ini hendaknya cukup operasional dan spesifik sehingga dapat dijadikan dasar untuk menetapkan jenis tes yang akan digunakan untuk mengetahui sejauhmana tujuan-tujuan yang diinginkan dapat dicapai.[5]
Seorang pengajar bahasa Arab yang baik, seyogyanya mengetahui dengan pasti tujuan yang hendak dicapai oleh pengajaran bahasa itu, mengetahui apa yang hendak diajarkan untuk mencapai tujuan itu, mengetahui bagaimana membawakannya di depan kelas, sehingga tujuan itu tercapai pada waktu yang telah ditentukan dalam kurikulum.
Adapun tujuan akhir dari pengajaran bahasa ialah agar siswa terampil berbahasa: terampil menyimak, berbicara, membaca dan menulis.[6]

C. Ruang Lingkup Pengajaran Bahasa Arab
1. bercakap-cakap (Muhadasah)
Metode muhadasah yaitu cara menyajikan bahan pelajaran bahasa Arab melalui percakapan, dalam percakapan itu dapat terjadi antara murid dan guru dan antara murid dengan murid, sambil menambah dan terus memperkaya perbendaharaan kata-kata yang semakin banyak.
Kalau diperhatikan lebih jauh, anak kecil belajar bahasa ibunya memang dimulai dengan percakapan ini, mula-mula ia ucapkan kata-kata yang diajarkan oleh ibunya meskipun tidak langsung ia pahami atau dimengerti, setelah agak lancar mulai ia menyusun kata-kata dan akhirnya lama-kelamaan menjadi mahir dan paham berbicara yang ia ucapkan itu. Jadi, bukan tata bahasanya yang oertama diajarkan tetapi melatih melatih percakapannya. “sudah bisa karena bisa”, inilah metode yang alamiah dan berhasil guna.
2. Muthola’ah (membaca)
Metode Muthala’ah yaitu cara menyajikan pelajaran dengan cara membaca baik membaca dengan bersuara meupun membaca dalam hati.
Melalui metode Mutholaah ini, diharapkan anak didik dapat mengucapkan lafat dan kata-kata dan kalimat dalam bahasa Arab yang fsih, lancar dan benar. Tidak sembarang baca, akan tetapi memperhatikan tanda-tanda baca, tebal-tipisnya bacaan. Sebab, salah dalam mengucapkan tanda baca, akan berakibat kesalahan arti yang dimaksud.
3. Imla’ (dikte)
Metode Imla’ disebut juga metode dikte, Tu metode menulis. Dimana guru membacakan acara pelajaran, dengan menyuruh siswa untuk menulis di buku tulis. Dan Imla’ dapat pulla berlaku, dimana guru menuliskan materi pelajaran Imla’ di papan tulis, dan setelah selesai diperlihatkan kepada siswa. Maka materi Imla’ tersebut dihapus dan menyuruh siswa untuk menuliskannya kembali di buku tulisnya.
Pada dasarnya ada dua cara imla’ yang dapat dilakukan dalam pengajaran imla’ di kelas. Yakni dengan cara mengimla’kan materi pelajaran itu di papan tulis dan murid mencatatnya di buku tulis. Kemudian imla’ dengan cara guru hanya mebacakan materi pelajaran itu, kemudian murid menulisnya di buku tulis mereka masing-masing.
4. Insya’ (mengarang)
Metode Insya’ yaitu cara menyajikan bahan pelajaran dengan cara menyuruh siswa mengarang dalam bahasa Arab, untuk mengungkapkan isi hati, pikiran dan pengalaman yang dimilikinya.
Melalui metode ini diharapkan anak didik dapat mengembangkan daya imajinasi secara kreatif dan produktif sehingga berpikirnya menjadi berkembang dan tidak statis.
5. Mahfudzat (menghafal)
Metode mengahafal yakni cara menyajikan materi pelajaran bahasa Arab dengan jalan menyuruh siswa untuk menghafal kalimat-kalimat berupa; syair, cerita, kata-kata hikmah dan lain lain yang menarik hati.
Pada umumnya belajar menghafal syair-syair, kata-kata hikmahndalam bahasa Arab, sangat digemari oleh anak didik. Terutama pada tingkat ibtidaiyah dan Tsanawiyah, apalagi materi menghafal menarik dan menyentuh perasaan anak didik.

6. Qawa’id (nahwu saraf)
Pada umumnya banyak orang Islam menyangka bahwa bahasa Arab itu disamkan dengan Nahwu Saraf, lalu mereka membayangkan bahwa kalau begitu belajar bahasa Arab itu sukar, sulit dan memusingkan otak saraf.
Kesan bahwa bahasa Arab itu sukar, sulit dan memusingkan kepala adalah banyak disebabkan dari kesalahan metode dalam mengajar. Sistem dan metode pengajaran lama, terlalu menitikberatkan dan mengutamakan Nahwu saraf dari pada Ta’bir (percakapan), Muthala’ah (membaca), dan Imla’ (menulis). Sehingga seolah-oleh menyamakan bahasa Arab itu dengan Nahwu Saraf itu sendiri. Dengan kata lain, jika seseorang telah mengtahui tata bahasa Arab maka dengan sendirinya menguasai bahasa Arab. Padahal nahwu saraf itu baru merupakan satu bagian dari bahasa Arab, yang tidak mesti perlu dianggap sulit, apalagi ditakuti. Prinsip mengajarkan bahasa Arab hendaknya tidak menyulitkan. Akan tetapi buatlah anak-anak senang berbahasa Arab, jangan menyulitkan mereka.

D. Tingkatan-Tingkatan Pengajaran Bahasa Arab
Ada lima penahapan pengajaran bahasa Arab:
a.       dari jenis materi yang mudah kepada yang sulit;
b.      dari jenis materi yang sederhana kepada materi yang kompleks;
c.       dari materi yang jelas kepada materi yang samar;
d.      dari jenis materi yang konkrit kepada yang abstrak; dan
e.       dari jenis materi yang sering digunakan kepada materi yang yang jarang digunakan.
Jenis-jenis penahapan tersebut dalam pembelajaran memerlukan metode yang sesuai dengan karakter materi maupun kapasitas kemampuan peserta didik. Prinsip ini setidaknya akan dapat mengurangi munculnya kesenjangan pemahaman di kalangan peserta didik dengan pemahaman yang runtut, sistematis, peserta didik mudah dikondisikan untuk berpikir logis, sistemik, dan terarah untuk memperoleh suatu pengetahuan berbahasa yang komprehensif.





[1] Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), 15
[2] Ibid.,hlm. 119-121.
[3] Fuad Effendy dan Fachruddin Djalal, op. Cit.,41.
[4] Ibid.,42.                                                      
[5] Ibid., 45.
[6] Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Kompetensi Bahasa (Bandung:Angkasa Bandung, 1990), 2.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar