Minggu, 22 Mei 2011

KESALAHAN BERBAHASA

 Pengertian kesalahan berbahasa
Kesalahan berbahasa adalah penggunaan bahasa yang menyimpang dari kaidah bahasa yang berlaku dalam bahasa itu. Kesalahan berbahasa terjadi secara sistematis  karena belum dikuasainya sistem kaidah bahasa yang bersangkutan.
Kesalahan berbahasa merupakan proses peristiwa inheren dalam setiap pemakaian bahasa baik secara lisan maupun tulis. Perbedaan kesalahan bersumber dari 1) perbedaan kaidah-kaidah grametika yang pada gilirannya juga menimbulkan perbedaan realisasi pemakaian bahasa yang dilakukan. 2) perbedaan untuk penguasaan untuk menghasilkan atau menyusun tuturan yang sesuai dengan konteks komunikasi.
Kesalahan itu dapat berlangsung lama apabila tidak diperbaiki. Perbaikan biasanya dilakukan oleh guru misalnya, melalui meridial, latihan, praktik, dsb. Sering dikatakan bahwa kesalahan merupakan gambaran terhadap pemahaman siswa akan sistem bahasa yang sedang dipelajari olehnya. Bila tahap pemahaman siswa tentang bahasa yang telah dipelajari olehnya ternyata kurang, kesalahan berbahasa tentu sering terjadi. Namun, kesalahan berbahasa akan berkurang apabila tahap pemahaman semakin meningkat.
Dari studi tentang kesalahan berbahasa itu dapat diketahui bahwa proses terjadinya kesalahan berbahasa berhubungan erat dengan proses belajar bahasa. Kesalahan berbahasa merupakan gejala yang intern dengan proses belajar bahasa. oleh karena itu, untuk memahami proses terjadinya kesalahan berbahasa , terutama dikalangan siswa yang sedang belajar bahasa, diperlukan pemahaman tentang konsep-konsep belajar bahasa. Penguasaan bahasa, baik bahasa pertama maupun bahasa kedua diperoleh melalui proses belajar. Sebagian para ahli pengajaran bahasa membedakan antaraproses  penguasan bahasa pertama dan penguasaan bahasa kedua.
Penguasaan bahasa pertama bersifat ilmiah dan disebut (language acquisition). Proses penguasaan bahasa pertama ini berlangsung tanpa adanya suatu perencanaan terstruktur. Secara langsung anak-anak memperoleh bahasanya melalui kehidupan sehari-hari dalam lingkungan keluarga dan masyrakat. Setiap ada yang normal secara fisik, psikis, dan sosiologis pasti mengalami proses pemerolehan bahasa pertama. Proses ini berlangsung tanpa disadari oleh anak. Anak juga tidak menyadari motivasi apa yang mendorongnya berada dalam kondisi pemerolehan bahasapertama.
Proses penguasaan bahasa kedua terjadi setelah seseorang menguasai bahasa pertama dan disebut belajar bahasa (language learning). Proses belajar bahasa kedua pada umumnya berlangsung secara terstruktur di sekolah melalui perencanaan program kegiatan belajar mengajar yang sengaja disusun untuk keperluan itu. Dalam proses ini, si pembelajar menyadari bahwa dia sedang belajar bahasa. dia juga menyadari motivasi apa yang mendorongnya untuk menguasai bahasa kedua itu.
B. Sebab-sebab kesalahan bahasa asing:
1. Penghilangan morfem-morfem gramatikal
2. Penanda ganda
3. Taat asas pada kaidah
4. Penggunaan bentuk kenal awal
5. Salah runtun
Faktor-faktor penyebab kesalahan pembelajar dalam berbahasa asing :
            1. faktor interlingual : faktor kesalahan yang dibuat pembelajar karena pengaruh bahasa ibu terhadap bahasa yang mereka pelajari.
            2. faktor intralingual : kesalahan yang disebabkan o;eh proses belajar itu sendiri. Adapun yang termasuk dalam tipe ini adalah :
            a) Asosiasi pintas : pelajar menerapkan kaidah struktur bahasa yang tidak pada tempatnya.
            b) Salah analogi dan generalisasi yang berlebihan: pelajar mencari-cari berbagai pola dan keteraturan dalam bahasa target sebagai upaya mengurangi beban pelajaran dengan cara memformulasikan kaidah yang terdapat dalam bahasa tersebut.
            c) Ketidakcermatan atau kesembronoan.
            d) Dampak dari pengajaran yang salah, seperti:
1. Hyperkoreksi, yaitu adanya penekanan yang keterlaluan pada butir-butir yang telah dinyatakan oleh analisis kontrastif.
2. Kaidah-kaidah yang salah yang diberikan oleh guru.
C. Bentuk dan Ragam Kesalahan Berbahasa Arab dilihat dari segi:
            1) FONOLOGI
            menurut etimologi, kata fonologi terambil dari fon yaitu bunyi, dan logi yaitu ilmu. Maksudya fonologi adalah salah satu bidang kajian linguistik yang mempelajari, menganalisis, dan membicarakan runtunan bunyi-bunyi bahasa.
            Contoh:

No
Kesalahan
Yang benar
1.1
Al-fa>tikah
Al-fa>tihah
1.2
Alla>hu Akba>r
Alla>hu Akbar
1.3
Asshala>tu Khoirun Minannau>m
Asshala>tu Khoirun Minannaum
1.4
Mad, mad, Muhammad..!
Yaa Muhammad..!
1.5
Allahumma Shalli...wa Salli>m
Allahumma Shalli...wa Sallim

          Pada contoh 1.1 itu berkaiatan dengan fenomena masyarakat jawa yang kesulitan dalam pengucapan AL-Fatikah (الفاتكة).. Meski mereka tau penulisan kata tersebut, namun memang ternyata orang  jawa, terutama dari kalangan usia lanjut, sulit melafalkan huruf (ح) yang berada di tengah kata. Maka terbacalah kata (الفاتحة) menjadi (الفاتكة). Ada sebagian yang berhujjah, bahwa kesalahan pengejaan itu dipengaruhi ejaan lama bahasa indonesia.  Namun ada juga yang beralasan lain. Semua itu memang perlu adanya penelitian khusus.
          Kata Alla>hu Akbar (الله أكبر), pada contoh 1.2  sering terdengar Alla>hu Akba>r (الله أكبار). Kesalahan ini bisa terdengar saat pengumandangan adzan. Muadzin memanjangkan harakat pada huruf (ب) yang semestinya dibaca pendek, Hal ini biasanya dipengaruhi oleh lagu adzan. Kesalahan serupa  juga sering dijumpai saat imam shalat berjama’ah ber-takbiratul ihram. Sebagai bahasa yang sistematis, bahasa Arab mempunyai aturan atau kaidah bahasa yang seyogyanya ditaati bersama oleh siapa saja yang mau mempelajarinya.
          Pada contoh kesalahan ketiga, berkaitan juga dengan kebiasaan muadzin di waktu subuh. Kalimat  Assha>latu Khoirun Minannaum sering dibaca Assha>latu Khoirun Minannau>m : (الصلاة خير من النوم), memnjangkan harakat dhommah pada huruf (و) , di (النوم). Lagi-lagi alasan untuk kesalahan tersebut karena masalah kebiasaan.
          Pada contoh kesalahan selanjutnya, berkaitan dengan kebiasaan masyarakat  kita sering memanggil ( al-nida) rekannya. Penulis contohkan nama “muhammad” biasanya terpanggil dengan kata “mad”. Dalam bahasa Arab, untuk pemanggilan atau an- nida, biasanya didahului dengan kata ya atau aya atau ayyuha ( panggilan untuk komunitas ). Tetapi tetap harus menyempurnakan minimal nama inti.
          Untuk data contoh kesalahan yang terahir, kalimat Allahumma Shalli...wa Sallim, karena penyesuaian lagu kata wasallim sering terbaca wasalli>m. Memanjangkan huruf lam (ل). Sebagaimana contoh-contoh lainnya kesalahan ini disebabkan oleh kebiasaan.
            2) MORFOLOGI/SINTAKSIS
            kedua kajian linguistik ini memang mengarah pada gramatikal bahasa. Morfologi atau ilmu sharraf membahas klasifikasi morfem , macam-macamnya, makna dan fungsinya. Sedangkan sintaksis atau ilmu nahwu membahas seputar hukum dan kedudukan kata yang terdapat dalam kalimat atau teks, pembagian kalimat dan sebagainya.      
Contoh:

No
Kesalahan
Yang benar
2.1
Ma >aharru asy-syahr !
Ma>aharra asy-syahr !
2.2
Nabhats maudu> ‘ al jadi>d
Nabhats maudu> ‘ an jadi>dan
2.3
Uri>du ata’allamu...
Uri>du an ata’allama...
2.4
Ana kha>las a>kulu
Ana akaltu...
2.5
Man yadribu anta?
Man yadribuka?
2.6
Ana ta’lib faslun wahid
Ana ta’libu al-fasli al-awwal
2.7
Anta tanjahu idza tata’allam
Anta tata’allam tanjah


          Pertama, kata Ma> aharru asy-syahr (ما أحرُّ الشهرُ) dengan men-dhommah-kan huruf (ر) adalah kesalahan. Yang benar harus di-fathah-kan. Sengaja penulis mengarsipkan contoh tersebut. Karena kesalahan ini merupakan fenomena cikal- bakal perintisan ilmu bahasa Arab: menjadi salah satu indikator munculnya ilmu nahwu. Sebagaimana dilakoni oleh Abu Aswad Adduali dan putrinya.
          Contoh kesalahan selanjutnya, kata Nabhats maudu> ‘ al jadid ( نَبْحَثُ مَوْضُوْعَ اْلجَدِيْدَ ) Dalam kaidah ilmu Nahwu, kalimat tersebut disebut na;at man’ut atau penyifatan. Na;at adalah sifat, sedangkan man’ut yang disifati. Kata ( اْلجَدِيْد ) menjadi sifat, sedangkan (مَوْضُوْعَ )yang disifati. Dalam kaidahnya kata sifat harus mengikuti kata yang disifati pada semua aspeknya. Jika kata yang disifati mudakkar, maka sifatnya harus meudakkar, jika yang disifati nakiroh, maka sifatnya juga harus nakirah. Dalam kalimat diatas kata (مَوْضُوْعَ) adalah nomina mudakkar yang nakirah, maka seharusnya kalimat (اْلجَدِيْد) harus juga mudakkar-nakirah. Maka yang benar kalimat itu seharusnya Nabhats maudu> ‘ an jadi>dan (نَبْحَثُ مَوْضُوْعاً جَدِيْداً ).
          Pada contoh selanjutnya, kalimat Uri>du ata’allamu ( أُرِيْدُ أَتَعَلَّمُ) adalah kesalahan yang kerap kali dijumpai pelajar dalam penyusunan kalimat Bahasa Arab. Kalimat tersebut terdiri dari dua kata: Uri>du ( mau/ menginginkan ) dan ata’allamu ( saya belajar ). Dalam kaidah bahasa Arab, dua kata kerja seperti itu harus dipisahkan dengan harf nasb (أَنْ). Maka kalimat tersebut seharusnya Uri>du an ata’allama ( أُرِيْدُ أَنْ أَتَعَلَّمَ).
          Pada contoh kalimat Ana kha>las a>kulu ( أَناَ خَلاَصْ آكُلُ), yang maksudnya saya sudah makan. Penutur cukup menggunakan fi’il madhi dari kata ( آكل ),  menjadi ( ... أَكَلْتُ )
          Pada kalimat Man yadribu anta itu salah. Yang benar adalah Man yadribuka. Dalam kaidah nahwu dibedakan antara kata ganti yang menjadi subjek dan objek.  Jika anta  adalah kata ganti orang kedua mudzakkar untuk subjek. Maka ka adalah kata ganti orang kedua mudzakkar untuk kedudukan objek.
          Pada contoh selanjutnya, berkaitan dengan kaidah bilangan (adad ). Dalam kaidah bahasa arab, dibedakan antara bilangan nominal dan beringkat. Bilangan nominal satu, misalnya berbeda dengan kata kesatu. Jika yang pertama wa>hidun untuk mudzakkar dan wa>hidatun untuk muannas maka bilangan bertingkatnya menjadi al-awwal dan al-u>la. Maka kalimat di atas yang semula Ana ta’lib faslun wahid yang benar  Ana ta’libu al-fasli al-awwal.
          Pada contoh 2.7 adalah contoh kesalahan penutur karena tidak mencermati kaidah bahasa arab yang berkaitan dengan syart dan jawabu al- syart. Selain itu penutur kurang mencermati cara penggunaan antara fi’il madhi dan mudhari’. Untuk kalimat Anta tanjahu idza tata’allam seharusnya menjadi tanjahu idza ta’allamta atau in tata’allam tanjah.
            3). DISKURSUS/WACANA
            Dalam prespektif psikolinguistik, pemahaman seorang terhadap suatu bahasa harus melalui empat tingkatan: fonologis (Al-mustawa al-shawty ), leksikologis ( Al-mustawa al-mu’jami ), struktural ( Al-mustawa al-tarkibi ), dan diskursus/wacana ( Al-mustawa al-khitabbi ). Keempat tingkatan tersebut tidak jarang dihadapkan pada perbedaan-perbedaan antara kedua bahasa ( ibu dan asing ), meskipun kedua bahasa itu juga memiliki kesamaan. Berangkat dari kesamaan sistem bahasa itulah pembelajaran bahasa asing diasumsikan jadi lebih muda dipahami.

No
Kesalahan
Yang benar
3.1
Ista’mil waktaka...!
Inthiz waktaka...!
3.2
Asta’milu Liba>san
Albasu Liba>sun
3.3
La madza-madza
La ba’sa bih../ La musyikalata lah...
3.4
Ba’din, ana aji>’ilaika
Aji>uka ba’din
3.5
Ali qa>la ilayya...
Qa>la li, Ali...
3.6
Syukran!-sawa’-sawa’
Sukran!-‘Afwan?
3.7
Man alladzi yu’allim?
Man al-mu’allim?
3.8
La> tatadakhkhal
Ma> laka shala>h liha>dza!
3.9
Ya Allah, ma>uhu...!
Ya Lilma’i!
3.10
Lima>dza ha>dza yaqa’u!
Kaifa yaku>nu hadza?

• Pada contoh 1.3. penutur masih kurang mencermati leksikologi bahasa Arab yang membedakan penggunaan kosakata antara ista’mala, labisa, intahaza. Dalam bahasa Indonesia, ketiga kosakata tersebut sama-sama bermakna memakai. Namun fungsinya berbeda-beda. Kata ista’mala digunakan untuk pemakaian sesuatu yang dahir, sedangkan intahaza digunakan untuk sesuatu yang abstrak. Ada juga kosakata Arab yang digunakan khusus untuk pemakaian baju, yakni, labisa-yalbasu. Kata waktu termasuk sesuatu yang abstrak. Jadi, salah kalauu menggunakan ist’mala. Harusnya memakai kata intahaza. Maka kalimat yang benar adalah intahiz waktaka.[8] Jadi kalimat ista’mil waktaka ( اِسْتَعْمِلْ وَقْتَكَ ) seharusnya menjadi intahiz waktaka ( اِنْتَهِزْ وَقْتَكَ ).
• Pada contoh 3.2., argomentasi pembenaran untuk kesalahannya sama dengan alasan sebelumnya. Maka kalimat asta’milu liba>san ( أَسْتَعْمِلُ لِباَساً ), yang benar adalah albasu liba>san ( أَلْبَسُ لِباَساً ).
• Pada contoh 3.3., penutur mengindonesiakan bahasa Arab: menterjemahkan bahsa Indonesia untuk kalimat tidak apa-apa, dengan mentransfer langsung kata perkata menjadi la madza-madza. Hal ini tentu salah, karena siyaq Arabi untuk kalimat tersebut adalah la ba’sa bih ( لاَ بَأْسَ بِهِ ), atau la musykilata lah (لاَ مُشْكِلَةَ لَهُ ).
• Kalimat ba’din ana ajiu ilaika ( بَعْدٍ أَناَ أَجِيْئُ إِلَيْكَ) pada nomer 3.4., adalah contoh penggunaan ta’liqat atau konjungsi kata yang keliru. Yang benar setelah kata jãa, tanpa diimbuhi kata ila. Maka kalimat tersebut seharusnya ajîuka ba’din (أَجِيْئُكَ بَعْدٍ).
• Setelah kata qãla, ta’lîqãt yang di pakai adalah li. Maka contoh pada nomer 3.5., seharusnya menjadi qãla li Ali ( قال لي علي ).
•Berbeda dengan kebiasaan kita yang mengatakan sama-sama, saat menjawab ungkapan terimakasih dari seseorang, maka orang Arab menyatakan ‘afwan ( عفوا ). Lagi pula, kalimat sawa’-sawa’, adalah kalimat Indonesia yang di-Arabkan saja. Penggunaannya jelas keiru.
• Kata yang dalam bahasa Arab memang bisa digunakan bentuk isim mausul. Tinggal menyesuakan nomina yang akan dipakai: mudzakkar, atau muannats; tunggal, duel, atau jamak. Akan tetapi, jika yang dimaksud penutur dalam contoh 3.7., jelas tidak sesuai dengan siyaq Arabi. Maka kalimat man alladzi yu’allim… ( من الذي يعلم ... ), cukup menggunakan isim fa’il, maka yang benar adalah man al-mu’allim ( من المعلم ).
• Arti kata tadakhkhala adalah memasukkan. Untuk pengungkapan kata jangan ikut campur, pelajar Indonesia sering menterjemahkannya dengan kalimat la tatadakhal (لاَ تَتَدَخَّلْ), padahal orang Arab, selama penulis di arab, menggunakan ungkapan tersebut dengan istilah ma laka li hãdzã ( ما لك لهذا ).
• Untuk ungkapan kekaguman, bahasa Arab menggunakan istilah ya li + sesuatu yang dikagumi. Maka untuk contoh kesalahan 3.9., ungkapan yang benar adalah ya lilmãi ( يَا لِلْماَءِ ).
•Pada contoh 3.10., ungkapan limãdza hãdza yaqa’u ( لماذا هذا يقع ), adalah kalimat Indonesia yang di-Arabkan. Dalam siyãq Arabi, ungkapan tersebut seharusnya kaifa yaqa’u hãdza كيف يقع هذا )  )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar